SISTEM PERKAWINAN DALAM MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATHIN.
Menurut ketentuan-ketentuan adat system perkawian masyarakat Lampung Saibatin yang menganut garis keturunan Bapak (Patrachaat) menganut 2 sistem pokok yaitu :
1 Sistem Perkawian Nyakak Atau Matudau
Sistem ini disebut juga system perkawina Jujur karena lelaki mengeluarkan uang untuk membayar jujur/Jojokh (Bandi Lunik) kepada pihak keluarga gadis (calon istri).Sistem nyakak atau mantudau dapat dialksanakan dua cara:
Cara Sabambangan : Cara ini si Gadis dilarikan oleh bujang dari rumahnya dibawa rumah adat atau rumah si bujang. Biasanya pertama kali sampai si gadis ditempat sibujang dinaikan dinaikan kerumah kepala adat atau jukhagan baru di bawa pulang kerumahnya oleh keluarga si bujang. Ciri bahwa si gadis nyakak/mentudau si gadis meletakkan surat yang isinya memberitahu orang tuanya kepergiannya Nyakak atau mentudau dengan seorang bujang (dituliskan Namanya), keluarganya, kepenyimbangannya serta untuk menjadi istri keberapa, selain itu meninggalakan uang pengepik atau pengluah yang tidak ditentukan besarnya, hanya kadang-kadang besarnya uang pengepik dijadikan ukuran untuk menentukan ukuran uang jujur (bandi lunik). Surat dan uang diletakkan ditempat tersembunyi oleh si gadis. Setelah gadis sampai di tempat keluarga si bujang, kepala adat pihak si bujang memerintahkan orang-orang adat yang sudah menjadi tugasnya untuk memberi kabar secara resmi kepada pihak keluarga si gadis bahwa anak gadisnya yang hilang telah berada di kelaurga mereka dengan tujuan untuk dipersuntung oleh salah satu bujang anggota mereka.mereka yang memberitahu ini membawa tanda-tanda mengaku salah bersalah ada yang menyerahkan Kris, Badik dan ada juga dengan tanda Mengajak pesahabatan (Ngangasan, Rokok, Gula, Kelapa,dsb) acara ini disebut Ngebeni Pandai atau Ngebekhi tahu. Sesudah itu berarti terbuka luang untuk mengadakan perundingan secara adat guna menyelesaikan kedua pasangan itu. Segala ketentuan adat dilaksankan sampai ditemukan titik kemufakatan, kewajiban, pihak bujang pula membayar uang penggalang sila ke pihak adat si gadis
Cara tekahang (sakicik Betik) : cara ini dilakukan terang-terangan. Keluarag bujang melamar langsung si gadis setelah mendapat laporan dari pihak bujang bahwa dia dan si gadis saling setuju untuk mendirikan rumah tangga pertemuan lamaran antara pihak bujang dan si gadis apabila telah mendapat kecocokan menentukan tanggal pernikahan temp[at pernikahan uang jujur, uang pengeni jama hulun tuha bandi balak (Mas Kawin), bagaimana caranya penjemputan, kapan di jempu dan lain-lain. Yang berhungan dengan kelancaran upacara pernikahan. Biasanya saat menjemput pihak keluarga lelaki menjemput dan si gadis mengantar. Setelah samapi ditempat sibujang, pengantin putrid dinaikan kerumah kepala adat/ jukhagan, baru di bawa pulang ketempat si bujang. Sesudah itu dilangsungkan acara keramaian yang sudah dirancanakan. Dalam system kawin tekhang ini uang pengepik, surat pemberian dan ngebekhitahu tidak ada, yang penting diingat dalam system dalam nyakak atau mentudau kewajiban pihak pengantin pria adalah :
1. Mengeluarkan uang jujur (bandi Lunik) yang diberitahukan kepada pihak pengantin wanita.
2. Pengantin membayar kontan mas kawin mahar (Bandi Balak). Kepada si gadis yang sesuai dengan kemufakatan si gadis dengan sibujang.keluarga pihak pria membayar uang penggalang sila”Kepada kelompok adat si gadis
3. mengeluarkan Jajulang / Katil yang berisi kue-kue (24 macam kue adat) kepada keluarga si gadis jajulang/katil ini duhulu ada 3 buah yaitu : Katil penetuh Bukha Katil Gukhu Ngaji Katil Kuakha Sekarang keadaan ekonomi yang susah katil cukup satu.
4. Ajang yaitu nasi dangan lauk pauknya sebagai kawan katil.
Memberi gelar / Adok kepada kedua pengantin sesuai dengan strata pengantin pria, sedangkan dari pihak gadis memberi barang berupa pakaian, alat tidur, alat dapur, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Barang ini disebut sesan atau benatok, Benatok ini dapat diserahkan pada saat manjau pedom sedangkan pada system sebambangan dibawa pada saat menjemput, pada system tekhang kadang-kadang dibawa belakangan.
2. Sistem perkawina Cambokh Sumbay.
Sistem perkawinan Cambokh Sumbay disebut juga Perkawianan semanda, yang sebenarnya adalah bentuk perkawinan yang calo suami calon suami tidak mengeluarkan jujur (Bandi lunik) kepada pihak isteri, sang pria setelah melaksanakan akad nikah melepaskan hak dan tanggung jawabnya terhadap keluarganya sendiri dia bertanggung jawab dan berkewajiban mengurus dan melaksankan tugas-tugas di pihak isteri. Hal ini sesuai dengan apa yang di kemukakan Prof. Hi. Hilman Hadi kusuma, :
Perkawinan semanda adalah bentuk perkawinan tanpa membayar jujur dari pihak pria kepad pihak wanita, setelah perkawinan harus menetap dipihak kerabat istri atau bertanggung jawab meneruskan keturunan wanita di pihak isteri” (Prof. Hi. Hilman Hadi kusuma,1990:82)
Di masyarakat Lampung saibatin kawin semanda (Cambokh Sumbay) ini ada beberapa macam sesuai dengan perjanjian sewaktu akad nikah antara calon suami dan calon isteri atau pihak keluarga pengantin wanita.
Dalam perkawinan semanda/ Cambokh sumbay yang perlu diingat adalah pihak isteri harus mengeluarkan pemberian kepada pihak keluarga pria berupa :
1. Memberikan Katil atau Jajulang kepada pihak pengantin pria
2. Ajang dengan lauk-pauknya sebagai kawan katil.
3. Memberikan seperangkat pakaian untuk pengantin pria.
4. Memberi gelar/adok sesuai dengan strata pengantin wanita.
Sedangkan Bandi lunik atau jujur tidak ada sedangkan Bandi Balak atau maskawin dapat tidak kontan (Hutang). Pelunasannya etelah sang suami mampu membayarnya. Termasuk uang penggalang Silapun tidak ada,
Selain dari kedua system perkawinan diatas ada satu system perkawinan yang banyak dilakukan oleh banyak orang pada era sekarang. Akan tetapi bukan yang diakui oleh adat justru menentang atau berlawanan dengan adat system ini adalah “Sistem Kawin Lari atau kawin Mid Naib” Sistem perkawinan ini maksudnya adalah lari menghindari adat, Lari dimaksud disini tidak sama denga Sebambangan, Karena sebambangan lari di bawa ke badan hokum adat atau penyimbang, sedangkan kawin lari ini adalah si gadis melarikan bujang ke badan huku agama islam yaitu Naib (KUA) untuk meminta di nikahkan, masalh adat tidak disinggung-singgung, penyelesaian kawin seperti ini tidak ada yang bertanggung jawab secara adat, sebab kadang-kadang keluarga tidak tahu menahu, penyelesaian secara adat biasanya setelah akad nikah berlangsung apabila kedua belah pihak ada kecocokan masalah adatnya, antara siapa yang berhak anatara keduanya perempuan Nyakak/mentudau atau sang pria Cambokh Sumbay /Semanda.
Kawin lari seperti ini sering dilakukan karena antara kedua belah pihak tidak ada kecocokan dikarnakan beberapa hal diantaranya :
• Sang Bujang belum mampu untuk berkeluarga sedangkan si Gadis mendesak harus di nikahkan secepatnya karena ada hal yang memberatkan Si gadis.
• Kawin lari semacam ini dilakukan karena keterbatasan Biaya, apabila perkawinan ini dilakukan secara adat atau dapat pula di simpulkan untuk menghemat biaya.
Macam-macam sitem perkawinan Cambokh Sumbay/Semanda :
1. Cambokh Sumabay Mati manuk Mati Tungu, Lepas Tegi Lepas Asakh. Cambokh Sumbay seperti ini merupaka cambokh sumbay yang murni karene Sang Pria datang hanya membawa pakaian saja, segala biaya pernikahan titanggung oleh si Gadis, anak keturunan dan harta perolehan bersama milik isteri sang pria hanya membantu saja, apabila terjadi perceraian maka semua anak, harta perolehan bersama milik sang isteri, suami tidak dapat apa.
2. Cambokh Sumbay Ikhing Beli, cara semacam ini dilakukan karena Sang Bujang tidak mampu membayar jujur (Bandi Lunik) yang diminta sang Gadis, pada hal Sang Bujang telah Melarika Sang Gadis secara nyakak mentudau, selam Sang Bujang belum mampu membayar jujur (Bandi Lunik) dinyatakan belum bebas dari Cambokh Sumabay yang dilakukannya. Apabila Sang Bujang sudah membayar Jujur (Bandi Lunik) barulah dilakukan acara adat dipihak Sang Bujang
3. Cambokh Sumbay Ngebabang, Bentuk ini dikakukan karena sebenarnya keluarga sigadis tidak akan mengambil bujang. Atau tidak akan memasukkan orang lain kedalam keluarga adat mereka, akan tetapi karena terpaksa sementara masih ada keberatan –kebneratan untuk melepas Si Gadis Nyakak atau mentudau ketempat orang lain, maka di adakan perundingan cambokh sumbay Ngebabang, cambokh Sumaby ini bersyarat, umpanya batas waktu cambokh sumbay berakhir setelah yang menjadi keberatan pihak si gadis berakhir, Contoh : Seorang Gadis Anak tertua, ibunya sudah tiada bapaknya kawin lagi, sedangkan adik laki yang akan mewarisi tahta masih kecil, maka gadis tersebut mengambil bujang dengan cara Cambokh Sumabay Ngebabang, berakhirnya masa cambokh sumbay ini setelah adaik laki-laki tadi berkeluarga.
4. Cambokh Sumbay Tunggang Putawok atau Sai Iwa khua Penyesuk, Cara semacam ini dikarenakan antara pihak keluarga Sang Bujang dan Sang Wanita merasa keberatan untuk melepaskan anak mereka masing-masing. Sedangkan perkawinan ini tidak dapat di hindarkan, maka dilakukan permusyawaratan denga system Cambokh sumbay Say Iwa khua penyesuk cambokh sumabi ini berarti “ Sang pria bertanggung jawab pada keluarga isteri dengan tidak melepaskan tanggung jawab pada keluarganya sendiri, demikian pula halnya dengan Sang Gadis, Kadang kala sang wanita menetap di tempat sang suami
5. Cambokh Sumbay Khaja-Kaja, ini merupakan bentuk yang paling unik diantara cambokh sumabay lainnya karena menurut adat Lampung Saibatin, Raja tidak boleh Cambokh Sumbay, ini terjadi Cambokh Sumbay karena Seorang anak Tua yang harus mewarisi tahta keluarganya Cambokh Sumbay kepada Seorang Gadis yang juga kuat kedudukan dalam adatnya, dan Sang Gadis tidak akan di izinkan untuk pergi ketempat orang lain.
Untuk wadah dan sarana makanan dalam pesta perkawinan adapt lampung sai batin penulis belum bisa menyelesaikannya karena narasumber (Raja Perbasa – Kedondong Kab. Pesawaran) sudah meninggal dunia pada saat penulis belum selesai menuliskan artikel ini dan penulis belum mendapatkan sumber-sumber yang lebih akurat.
Sabtu, 19 Desember 2009
sistem kekerabatan suku lampung
Suku-suku asli Lampung memperhitungkan garis keturunannya melalui kekerabatan Patrilineal. Kelompok kekerabatan ini didasarkan pada sistem kekerabatan masyarakat Lampung umumnya. Kekerabatan patrilineal yakni menghitung garis keturunan sealiran darah melalui satu ayah, satu kakek atau satu nenek moyang (laki-laki). Biasanya anak lelaki tertua dari keturunan yang lebih tua dapat memimpin serta bertanggungjawab terhadap anggota kerabatnya. Perhatian mereka terhadap silsilah asalnya sampai lebih dari lima generasi ke atas dan garis hubungan kekerabatan menunjukkan kepada buai asalnya. Format kekerabatan ini bergaris sebelah sesuai dengan garis keturunan laki-laki yang menjadi dasar sebuah kerabat.
Dalam memperhitungkan garis keturunannya, keluarga suku asli masyarakat Lampung mengenal pula adanya saudara sekandung, anak dari saudara ayah-ibu, anak saudara kandung dan seterusnya. Untuk membuktikan kesatuan tersebut secara formatif mereka telah mempunyai susunan kekerabatan tersendiri yang berasal dari kakek-nenek terdahulu. Demikian pula dengan bapak dari ayah dalam suatu keluarga inti pasti memiliki kedudukan yang sama pentingnya bagi seorang individu.
Tiap-tiap kelompok keluarga batih dalam lingkungan kerabat akan mempunyai kakek dan nenek yang ditengah garis keturunan mendasari tahap perkembangan suatu kekerabatan. Kedua kakek-nenek itu merupakan dasar keturunan bagi “saya”, saudara kandung dan anak dari saudara kandung maupun segaris keturunan lainnya.
Dalam hubungan kekerabatan, bentuk jalinan keluarga yang rapat adalah keluarga batih; yang didalamnya terdiri dari suami, istri serta anak. Didalam rumah tangga keluarga batih ini sering pula terdapat anggota-anggota keluarga lain sekerabat seperti misalnya: ayah/ibu mertua, kakek/nenek, saudara, keponakan dan sebagainya. Hal ini bisa saja terjadi dalam suatu keluarga pada masyarakat pribumi Lampung. Karena tidak menutup kemungkinan anggota-anggota tadi secara sadar maupun tidak menggabungkan diri diantara satu kerabat atau sebaliknya.
Keluarga batih Lampung memiliki sifat yang beragam. Ada yang telah mandiri serta memisahkan diri dengan orangtuanya (kakek-nenek dari anak mereka) tapi ada pula yang masih tinggal bersama dengan orang tua/mertua bahkan sebaliknya. Dalam hidup berkeluarga, orang tua/mertua dari keluarga batih banyak pula yang di urus oleh anak setelah anaknya berumah tangga. Berarti kaitan ini, keluarga batih maupun batih terdahulu adalah bagian dari keturunan.
Untuk penamaan kekerabatannya, suku pribumi Lampung Tengah mempunyai istilah nama sebutan bagi garis keturunannya. Peristilahan tersebut di sebut menurut bahasa daerah setempat, seperti misalnya: Kakek= Sidi/Yayik/Atu/Datuk, Nenek= Cucung/Nyaik/Siti/Atu. Bapak= Abah/Ayah/Buya/Papa, Ibu= Ibu/Bunda/Mama. Saudara kandung laki-laki/perempuan sulung= Kanjeng/Sembahan/Semahan, kakak kedua= Puan/Kyai, kakak ketiga= Daeng, kakak keempat= Batin, adik= adik. Paman= Ayah/Buya/Papa, Bibi= Bunda/Halatin/Binda. Anak Paman/Bibi, diantaranya: Kyai (sulung), Daeng (kedua), Batin (ketiga).
Memperhitungkan garis keturunan, kelompok kekerabatan dekat di lingkungan masyarakat pribumi Lampung Tengah, terutama yang ada hubungannya dengan keluarga batih adalah prinsip keturunan kelompok famili atau kekerabatan kindred. Kekerabatan ini didalamnya mencakup kakek-nenek, paman-bibi, saudara sepupuh, termasuk pula keponakan-keponakan. Dalam kerabat keluarga inti, fam tersebut termasuk kelompok keluarga luas yang masih segaris keturunan atau sealiran darah.
Di kehidupan keluarga penduduk pribumi Lampung, dikenal pula bentuk jalinan kekeluargaan yang di sebut dengan istilah saudara angkat. Selain saudara atau kerabat yang masih sealiran darah, stam asli ada juga yang membentuk jalinan keluarga baru dengan mengangkat tali persaudaraan. Pengakuan saudara dalam adat istiadat dilakukan dengan ritual adat setempat. Sistem kekerabatan pengangkatan saudara ini biasanya diawali dari seorang individu Lampung yang mengangkat saudara individu dari dalam maupun luar suku atau sebaliknya. Pengukuhan tali persaudaraan dilaksanakan dengan acara adat begawi. Orang yang diangkat saudara tersebut dianugrahi gelar adat Lampung. Dengan demikian dia memiliki nama ataupun gelar adat didalam keluarga itu. Adanya pengangkatan saudara ini tentu saja menambah pertalian kekerabatan antara kedua belah pihak dan yang diangkat saudara telah dianggap bagian dari keluarga.
Di kehidupan keluarga penduduk pribumi Lampung, dikenal pula bentuk jalinan kekeluargaan yang di sebut dengan istilah saudara angkat. Selain saudara atau kerabat yang masih sealiran darah, stam asli ada juga yang membentuk jalinan keluarga baru dengan mengangkat tali persaudaraan. Pengakuan saudara dalam adat istiadat dilakukan dengan ritual adat setempat. Sistem kekerabatan pengangkatan saudara ini biasanya diawali dari seorang individu Lampung yang mengangkat saudara individu dari dalam maupun luar suku atau sebaliknya. Pengukuhan tali persaudaraan dilaksanakan dengan acara adat begawi. Orang yang diangkat saudara tersebut dianugrahi gelar adat Lampung. Dengan demikian dia memiliki nama ataupun gelar adat didalam keluarga itu. Adanya pengangkatan saudara ini tentu saja menambah pertalian kekerabatan antara kedua belah pihak dan yang diangkat saudara telah dianggap bagian dari keluarga. Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga masyarakat pribumi Lampung masih tetap memegang teguh istilah nama panggilan/gelar, baik di dalam lingkungan kerabat maupun klan. Istilah nama panggilan/gelar di maksud yakni sebutan bagi mereka yang masih segaris keturunan maupun antar klan, seperti misalnya ada sebutan Kanjeng, Kyai, Ratu dan sebagainya. Panggilan ini tidak lain merupakan wujud dari bertata krama atau bersopan santun antar sesama. Dengan istilah itu pula akan ada tingkatan antara yang muda dan yang dituakan maupun sebaliknya. Prinsip dalam kehidupan sehari-hari semacam ini di sebut Nemui Nyimah, yang berarti bermurah hati, ramah tamah terhadap semua orang baik terhadap orang dalam satu klan maupun di luar klan dan juga bagi siapa saja yang berhubungan dengan mereka.Di tengah lingkungan masyarakatpun tata krama tetap ada. Tata krama semacam itu dapat diungkapkan dengan sikap, bersantun maupun dengan menyebut nama panggilan/gelar seseorang. Saling hormat menghormati berdasarkan panggilan/gelar untuk menyebut istilah nama merupakan tuntunan yang sudah menjadi kebiasaan. Penyebutan istilah nama panggilan/gelar itu selain berlaku bagi sekerabat, juga dipergunakan pula untuk orang lain di luar kekerabatan.Masih teguhnya jalinan sosial di lingkungan masyarakat pribumi Lampung terutama dalam hal penyebutan/peristilahan nama tercermin dari masih adanya penamaan bagi seorang individu. Hal ini bukan hanya berlaku terhadap kerabat dekat saja tapi juga diperuntukkan bagi orang lain karena faktor usia/gelar yang di pakai. Biasanya sebutan istilah nama/panggilan tersebut dipergunakan untuk menyapa maupun menyebut orang di maksud, baik saat bertatap muka langsung maupun jauh dari orangnya.
Dalam memperhitungkan garis keturunannya, keluarga suku asli masyarakat Lampung mengenal pula adanya saudara sekandung, anak dari saudara ayah-ibu, anak saudara kandung dan seterusnya. Untuk membuktikan kesatuan tersebut secara formatif mereka telah mempunyai susunan kekerabatan tersendiri yang berasal dari kakek-nenek terdahulu. Demikian pula dengan bapak dari ayah dalam suatu keluarga inti pasti memiliki kedudukan yang sama pentingnya bagi seorang individu.
Tiap-tiap kelompok keluarga batih dalam lingkungan kerabat akan mempunyai kakek dan nenek yang ditengah garis keturunan mendasari tahap perkembangan suatu kekerabatan. Kedua kakek-nenek itu merupakan dasar keturunan bagi “saya”, saudara kandung dan anak dari saudara kandung maupun segaris keturunan lainnya.
Dalam hubungan kekerabatan, bentuk jalinan keluarga yang rapat adalah keluarga batih; yang didalamnya terdiri dari suami, istri serta anak. Didalam rumah tangga keluarga batih ini sering pula terdapat anggota-anggota keluarga lain sekerabat seperti misalnya: ayah/ibu mertua, kakek/nenek, saudara, keponakan dan sebagainya. Hal ini bisa saja terjadi dalam suatu keluarga pada masyarakat pribumi Lampung. Karena tidak menutup kemungkinan anggota-anggota tadi secara sadar maupun tidak menggabungkan diri diantara satu kerabat atau sebaliknya.
Keluarga batih Lampung memiliki sifat yang beragam. Ada yang telah mandiri serta memisahkan diri dengan orangtuanya (kakek-nenek dari anak mereka) tapi ada pula yang masih tinggal bersama dengan orang tua/mertua bahkan sebaliknya. Dalam hidup berkeluarga, orang tua/mertua dari keluarga batih banyak pula yang di urus oleh anak setelah anaknya berumah tangga. Berarti kaitan ini, keluarga batih maupun batih terdahulu adalah bagian dari keturunan.
Untuk penamaan kekerabatannya, suku pribumi Lampung Tengah mempunyai istilah nama sebutan bagi garis keturunannya. Peristilahan tersebut di sebut menurut bahasa daerah setempat, seperti misalnya: Kakek= Sidi/Yayik/Atu/Datuk, Nenek= Cucung/Nyaik/Siti/Atu. Bapak= Abah/Ayah/Buya/Papa, Ibu= Ibu/Bunda/Mama. Saudara kandung laki-laki/perempuan sulung= Kanjeng/Sembahan/Semahan, kakak kedua= Puan/Kyai, kakak ketiga= Daeng, kakak keempat= Batin, adik= adik. Paman= Ayah/Buya/Papa, Bibi= Bunda/Halatin/Binda. Anak Paman/Bibi, diantaranya: Kyai (sulung), Daeng (kedua), Batin (ketiga).
Memperhitungkan garis keturunan, kelompok kekerabatan dekat di lingkungan masyarakat pribumi Lampung Tengah, terutama yang ada hubungannya dengan keluarga batih adalah prinsip keturunan kelompok famili atau kekerabatan kindred. Kekerabatan ini didalamnya mencakup kakek-nenek, paman-bibi, saudara sepupuh, termasuk pula keponakan-keponakan. Dalam kerabat keluarga inti, fam tersebut termasuk kelompok keluarga luas yang masih segaris keturunan atau sealiran darah.
Di kehidupan keluarga penduduk pribumi Lampung, dikenal pula bentuk jalinan kekeluargaan yang di sebut dengan istilah saudara angkat. Selain saudara atau kerabat yang masih sealiran darah, stam asli ada juga yang membentuk jalinan keluarga baru dengan mengangkat tali persaudaraan. Pengakuan saudara dalam adat istiadat dilakukan dengan ritual adat setempat. Sistem kekerabatan pengangkatan saudara ini biasanya diawali dari seorang individu Lampung yang mengangkat saudara individu dari dalam maupun luar suku atau sebaliknya. Pengukuhan tali persaudaraan dilaksanakan dengan acara adat begawi. Orang yang diangkat saudara tersebut dianugrahi gelar adat Lampung. Dengan demikian dia memiliki nama ataupun gelar adat didalam keluarga itu. Adanya pengangkatan saudara ini tentu saja menambah pertalian kekerabatan antara kedua belah pihak dan yang diangkat saudara telah dianggap bagian dari keluarga.
Di kehidupan keluarga penduduk pribumi Lampung, dikenal pula bentuk jalinan kekeluargaan yang di sebut dengan istilah saudara angkat. Selain saudara atau kerabat yang masih sealiran darah, stam asli ada juga yang membentuk jalinan keluarga baru dengan mengangkat tali persaudaraan. Pengakuan saudara dalam adat istiadat dilakukan dengan ritual adat setempat. Sistem kekerabatan pengangkatan saudara ini biasanya diawali dari seorang individu Lampung yang mengangkat saudara individu dari dalam maupun luar suku atau sebaliknya. Pengukuhan tali persaudaraan dilaksanakan dengan acara adat begawi. Orang yang diangkat saudara tersebut dianugrahi gelar adat Lampung. Dengan demikian dia memiliki nama ataupun gelar adat didalam keluarga itu. Adanya pengangkatan saudara ini tentu saja menambah pertalian kekerabatan antara kedua belah pihak dan yang diangkat saudara telah dianggap bagian dari keluarga. Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga masyarakat pribumi Lampung masih tetap memegang teguh istilah nama panggilan/gelar, baik di dalam lingkungan kerabat maupun klan. Istilah nama panggilan/gelar di maksud yakni sebutan bagi mereka yang masih segaris keturunan maupun antar klan, seperti misalnya ada sebutan Kanjeng, Kyai, Ratu dan sebagainya. Panggilan ini tidak lain merupakan wujud dari bertata krama atau bersopan santun antar sesama. Dengan istilah itu pula akan ada tingkatan antara yang muda dan yang dituakan maupun sebaliknya. Prinsip dalam kehidupan sehari-hari semacam ini di sebut Nemui Nyimah, yang berarti bermurah hati, ramah tamah terhadap semua orang baik terhadap orang dalam satu klan maupun di luar klan dan juga bagi siapa saja yang berhubungan dengan mereka.Di tengah lingkungan masyarakatpun tata krama tetap ada. Tata krama semacam itu dapat diungkapkan dengan sikap, bersantun maupun dengan menyebut nama panggilan/gelar seseorang. Saling hormat menghormati berdasarkan panggilan/gelar untuk menyebut istilah nama merupakan tuntunan yang sudah menjadi kebiasaan. Penyebutan istilah nama panggilan/gelar itu selain berlaku bagi sekerabat, juga dipergunakan pula untuk orang lain di luar kekerabatan.Masih teguhnya jalinan sosial di lingkungan masyarakat pribumi Lampung terutama dalam hal penyebutan/peristilahan nama tercermin dari masih adanya penamaan bagi seorang individu. Hal ini bukan hanya berlaku terhadap kerabat dekat saja tapi juga diperuntukkan bagi orang lain karena faktor usia/gelar yang di pakai. Biasanya sebutan istilah nama/panggilan tersebut dipergunakan untuk menyapa maupun menyebut orang di maksud, baik saat bertatap muka langsung maupun jauh dari orangnya.
Sabtu, 12 Desember 2009
Langganan:
Postingan (Atom)